brasil vs kroasia 2 dampak krusial
|
brasil vs kroasia |
Piala Dunia 1998 masih terpatri dalam ingatan
Kroasia. Itulah
saat tim berkostum khas papan catur putih merah itu mengejutkan dunia
dengan menembus semifinal Piala Dunia di Prancis. Bayangkan, tampil
pertama kali di Piala Dunia, langsung menjadi tim terbaik ketiga.
Nama-nama
besar kemudian melegenda dari barisan 1998. Zvonimir Boban, Robert
Prosinecki, Robert Jarni, Mario Stanic dan tentu saja top skor turnamen
Davor Suker.
Meskipun tak bisa mengulangi prestasi 1998, Kroasia
senantiasa hadir di event-event besar seperti Piala Dunia maupun Piala
Eropa. Sempat menembus perempat final Piala Eropa 2008, Kroasia absen
pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, untuk kemudian tampil kembali
di Brasil tahun ini.
Hebatnya Timnas Kroasia, mereka selalu
konsisten masuk peringkat 10 besar dunia beberapa tahun terakhir. Apa
yang membuat Kroasia, negara berusia 23 tahun dengan populasi sekitar 4
juta jiwa itu selalu menjadi tim yang diperhitungkan di kancah sepak
bola dunia?
Untuk standar Eropa, Kroasia adalah negara miskin.
Produk domestik bruto pada 2013 sebesar 43 juta euro, bandingkan dengan
Jerman (2,7 miliar euro) atau Italia (1,5 miliar Euro). Pendapatan per
kapita penduduk sebesar 10.200 euro, bandingkan dengan Prancis yang
mencapai 31.300 euro.
Di Kroasia, swasta jarang berminat
menguasai klub sepak bola lokal. Mayoritas klub dimiliki oleh publik
yang tak punya banyak uang menyuntikkan modal pendanaan. Pemain-pemain
hebat Kroasia, pada usia 19-20 biasanya langsung hengkang ke klub-klub
besar dunia karena godaan uang. Klub-klub besar dunia bahkan menaruh
banyak pemandu berbakat khusus di Kroasia.
Pada klub-klub lokal
inilah tersembunyi rahasia kehebatan sepak bola Kroasia. Minat besar
untuk sukses di negara-negara besar Eropa membuat bocah Kroasia
berbondong-bondong masuk akademi sejak usia 6-7 tahun. Dua akademi di
Kroasia yang menjadi sabuk konveyor pemain-pemain hebat adalah Akademi
Dinamo Zagreb dan Akademi Hajduk Split.
Banyak yang menyebut,
Akademi Zagreb sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Berdiri sejak
1945, Akademi Zagreb memiliki tim dalam 10 tingkatan usia dari di bawah 8
tahun yang termuda hingga paling senior di bawah usia 19 tahun. Selain
Boban dan Prosinecki, beberapa alumninya paling ternama seperti Igor
Biscan, Dario Simic, Vedran Corluka, Luka Modric, dan Niko Krancjar.
Sekadar tahu, salah satu pelatih Akademi Dinamo Zagreb yang populer di
Indonesia adalah Tony Pogacnik, pelatih timnas era 60-an hasil lobi
Presiden Soekarno dengan Presiden Tito.
Tak kalah dengan Akademi
Zagreb, Akademi Hajduk Split melahirkan pemain-pemain hebat seperti Igor
Stimac, Slaven Bilic, Igor Tudor, dan Aljosa Asanovic. Penelitian
International Centre for Sport Studies menunjukkan Hajduk Split sebagai
akademi terbesar ketiga di dunia paling subur menghasilkan pemain di
liga kompetitif. Peringkat pertama diduduki Ajax Amsterdam dan peringkat
kedua Partizan Belgrade. Dinamo Zagreb ada di peringkat ke-14 dunia.
Sebagai
penambah bumbu, spesialisasi Kroasia adalah produsen
gelandang-gelandang kaliber dunia. Setelah Boban dan Prosinecki,
generasi 2008 ada
Luka Modric,
Niko Kovac dan
Niko Kranjcar. Tahun ini, selain masih bertumpu Modric, beban juga dibagi kepada Ivan Rakitic, dan Mateo Kovacic.
1.brazil vs kroasia
Dunia mengenal sepak bola Brasil sebagai Pele, Garrincha, Ronaldo,
Romario, Bebeto, Rivaldo, atau Neymar. Semuanya seniman sepak bola yang
magisnya bisa menghasilkan gol-gol menawan.
Brasil sekarang bukan
hanya identik dengan penyerang hebat. Sadar bahwa bertahan adalah kunci
kemenangan sepakbola, Brasil belajar menghasilkan kiper dan bek
ternama. Pembuka jalan untuk kiper hebat dari negeri Samba adalah
Claudio Taffarel. Dia main di tiga Piala Dunia dan generasi pertama
kiper Brasil di Eropa, bermain bersama Parma pada awal 1990-an.
Berturut-turut
setelah itu, lahir kiper-kiper hebat dari Brasil seperti Dida, Heurelho
Gomes, Doni, Diego Alves, Renan, Rubinho, Diego Cavalieri, Helton,
Rogerio Ceni, dan tentu saja Julio Cesar, tumpuan Brasil pada Piala
Dunia 2014.
Di depan penjaga gawang, tidak biasanya bagi Brasil,
pelatih dilanda kebingungan memilih siapa duet center back yang harus
dipasang. Ada tiga pemain dengan form sama-sama bagus, dengan kualitas
terbaik di dunia: David Luiz, Thiago Silva dan Dante.
Selama
bersama Luiz Felipe Scolari, persentase kemenangan Brasil mencapai 83,3
persen saat David Luiz dan Thiago Silva berduet di jantung pertahanan.
Tanpa mereka, persentase kemenangan turun menjadi 50 persen. Luiz dan
Silva berduet dalam 12 laga Brasil, 10 kali menang dengan dua hasil
imbang. Sembilan lawan di antaranya kontestan putaran final Piala Dunia
2014.
Perhatian Scolari kini justru pada sisi penyerang
penghantar gol. Hanya dua dari 23 anggota skuatnya yang mencetak lebih
dari 10 gol bagi negaranya yaitu Fred (16 gol dari 32 laga) dan Neymar
(31 gol dari 48 laga). Jumlah gol 23 anggota skuatnya yaitu 107, sama
dengan perpaduan jumlah gol tiga pemain Spanyol, David Villa, Fernando
Torres, dan Pedro. Jumlah 107 gol itu hanya 10 lebih banyak dari total
gol tiga pemain Belanda: Wesley Sneijder, Robin van Persie, dan Arjen
Robben (97 gol).
2.brazil vs kroasia
Pada partai pembuka Piala Dunia 2014, barisan gelandang hebat Kroasia
akan berjumpa dengan kiper dan bek-bek tangguh, anomali produksi talenta
Brasil. Tentu bukan pekerjaan mudah untuk mengalahkan tuan rumah di
Arena de Sao Paulo, dini hari nanti.
Brasil pastinya bernafsu
untuk menghapus sindrom laga perdana yang selalu menghantui tim-tim
besar. Sebut misalnya Argentina yang kalah dari Kamerun 0-1 di San Siro,
1990, atau Prancis yang dipecundangi Senegal 0-1 pada 2002.
Bursa
taruhan jauh mengunggulkan Brasil ketimbang Kroasia di laga pembuka.
Namun, kejutan bukan berarti tertutup. Luka Modric dkk pasti selalu
ingat perjuangan kompatriotnya Goran Ivanisevic pada Wimbledon 2001.
Datang sebagai wild card, saat itu Ivanisevic malah menjadi juara.