|
http://selubungnews.blogspot.co.id/ |
Kisah berikut ini merupakan kisah sahabatku,Ia menceritakan kisahnya saat menjalin hubungan dengan orang yang salah hingga menemukan jodoh sejatinya.
***
Semenjak aku duduk di bangku SMK aku tumbuh menjadi gadis yang populer.
Selain mudah bergaul, aku juga suka menolong temanku yang sedang
kesulitan. Pada saat itu, ada paham di mana gengsi jika sampai tidak
punya pacar. Bahkan status siapa pacarmu juga bisa membantu meningkatkan
popularitas di antara teman-teman.
“…Katakanlah
kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (Qs. Nur: 31)
Sebenarnya aku tahu bahwa dalam Al-Qur’an menatap mata yang bukan
mukhrim saja sudah merupakan zina mata, apalagi jika sampai menjalin
hubungan yang tidak di ridhoi Allah. Selama aku pacaran, aku selalu
berpura-pura tidak tahu dan tetap berpacaran.
Mashaa Allah.
Aku selalu merasa bahwa aku adalah belahan jiwanya, begitupun ia
sebaliknya. Prinsip “Berjuang sama-sama dari nol (0)” membuat aku
mempertahankan hubunganku kira-kira hingga 5 tahun. Karena faktor waktu
yang tidak sebentar inilah yang membuat aku semakin memperdalam perasaan
maupun harapan padanya. Begitu lulus dari SMK aku langsung bekerja dan
berkuliah. Sedangkan dia menganggur. Keluarganya memang bukan dari
kalangan yang berkecukupan, sehingga seringkali jika dia membutuhkan
apapun ia tak segan meminta dan aku selalu memenuhinya. Semakin lama dia
menjadi semakin tergantung padaku.
Aku bertemu dengannya dan menanyakan keseriusan hubungan kami. Aku
menanyakan konsep masa depan dan tujuan apa yang ia ingin capai. Tapi,
dari semua rencananya tak ada satupun yang pasti. Semua semu tak sejalan
dengan kenyataan. Bahkan kata menikahpun tidak pernah ia ucap. Aku
semakin yakin, bahwa hubungan kami makin lama makin sia-sia. Kemudian,
aku memilih kami untuk berpisah walaupun cukup berat membuatnya pergi
dari kehidupanku. Butuh proses kira-kira 6 bulan untuk bisa hilang dari
hidup dia sepenuhnya.
Entah secepat apa kabar aku sudah putus
menyebar di antara teman-temanku. Karena banyak teman-teman lelaki
silih berganti mengirimi aku SMS, menelepon, bahkan ada yang sampai
datang ke rumah untuk sengaja bertemu dan melakukan pendekatan denganku.
Namun, seringkali aku menolak. Fokusku tidak lagi ke sana. Aku ingin
terus fokus memperbaiki diri. Awalnya hal ini untuk menghilangkan
kegalauan karena putus dari hubunganku, namun perlahan mendekatkan diri
pada Allah menjadi kebutuhan diri.
Hingga pada akhirnya di Bulan
Ramadhan tahun lalu, aku dipertemukan dengan teman SMP-ku yang sudah
lama tidak bertemu. Dan aku ingat, dulu Mamaku sangat ingin mempunyai
menantu yang saleh seperti temanku ini. Karena pada waktu aku SMP dia
sering datang ke rumah dengan bersikap sopan santun, dan mengaplikasikan
prinsip-prinsip agama Islam dalam perilakunya sehari-hari. Karena
kesalehannya itu dan restu dari Mama, akhirnya aku mau merespon
permintaannya untuk proses pengenalan lebih jauh di antara kami. Dengan
diawali berserah diri dan berdoa supaya Allah memberikan jalan terbaik
kami memulai pengenalan di antara kami.
Pengenalan kami hanya
berlangsung selama 2 minggu, setelah itu dia mengenalkan aku kepada
kedua orangtua dan keluarga besarnya. Tentu saja, aku sangat terkejut
dengan peningkatan hubungan kami yang sangat cepat. Pada pertemuan
itupun, orang tuanya langsung bertanya apakah aku sudah siap menikah
dengannya atau belum dan menjadwalkan pertemuan kedua keluarga besar
untuk membahas pernikahan. Tentu saja aku mengiyakan.
Sungguh,
ternyata nikmat sekali mendapatkan sebuah kepastian hubungan tanpa harus
melakukan pacaran berlama-lama. Aku juga merasa sangat dihargai
olehnya. Kami tidak perlu meyakinkan dengan ucapan “I Love You” setiap
hari. Tidak perlu mengirim pesan menanyakan “Kamu di mana? Dengan
siapa?” setiap detik. Tidak ada aniaya terhadap pikiran dan perasaan
yang sungguh menyita banyak waktu dan tenaga. Tidak ada keraguan di
antara kami, karena semua ini berawal dari
Lillah karena
Allah ta’ala.Dan
yang paling penting, kami tidak melakukan hal yang dilarang oleh Allah
karena kami sadar bahwa apapun yang Allah larang dan anjurkan, memang
merupakan ketetapan yang manfaatnya kembali lagi untuk kebaikan diri
kami bersama.
“Wanita-wanita
yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang
tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik
untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik.
(Q.S. An Nur: 26)
Setiap hari menuju pernikahan bagi kami adalah proses menuju perbaikan
diri menjadi semakin baik. Dia selalu mendorongku untuk terus melakukan
ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Dia pun tidak segan untuk
berbagi ilmu yang ia ketahui mengenai islam. Sungguh, aku selalu berdoa
supaya kami terus diberikan ridho Allah untuk mencapai pernikahan yang
dirahmati Allah. Semoga..